Mengunjungi pulau terluar Indonesia di bagian selatan ini ibarat kita berada di surga dunia. Dari sejak turun dari kapal cepat di Pelabuhan Ba’a, mata kita sudah dimanjakan dengan suasana yang menghipnotis. Lautnya yang berwarna biru kehijauan yang bening ditambah tiupan angin yang semilir membuat rasa lelah dan cemas akibat perjalanan laut selama 2 jam yang cukup mencekam karena goncangan kapal yang keras di Selat Pukuafu langsung hilang seketika. Perut yang mual, kepala yang sedikit pusing dan wajah yang lesu kini berganti menjadi merona memancarkan keceriaan. Ini bukan lebay loh, tapi fakta. :)
Begitu menapakkan kaki ke daratan, langsung kuhirup udara
dalam-dalam. Kapan lagi bisa menikmati kesegaran alami seperti ini? Di Jakarta
aku tak akan bisa menemuinya bahkan saat pagi buta sekalipun.
Biasanya traveller terutama wisatawan manca negara kalau ke
Rote akan mengunjungi Pantai Nembrala yang konon merupakan salah satu pantai favorit
di dunia untuk surfing karena ombaknya yang tinggi. Merupakan pantai di pesisir
barat Pulau Rote, Nembrala dapat ditempuh dalam waktu sekitar satu jam dari
Pelabuhan Ba’a. Di sini telah banyak terdapat penginapan, tapi jangan kaget
karena sebagian besar dimiliki oleh orang asing.
Bagi anda yang muslim tak perlu khawatir dengan makanan, karena
di kota Ba’a banyak pendatang dari Jawa yang kemudian menetap dan sebagian
besar dari mereka bermata pencaharian sebagai pedagang makanan. Saat aku makan
gulai kepala ikan yang segar, ternyata yang punya warung adalah orang Jogja.
Udah jauh-jauh ke ujung selatan Indonesia, eh.. ketemu orang sekampung. Jadilah
kami ngobrol dengan bahasa Jawa. Hehehe..
Selain di Ba’a, ada satu lagi perkampungan muslim di Rote
Timur yang bernama Papela. Dari Pelabuhan Ba’a kita akan mengambil arah yang
berlawanan dari Pantai Nembrala. Jika ke Nembrala mengambil arah ke kanan, maka
untuk ke Papela harus mengambil arah ke kiri. Nanti akan aku ceritakan tersendiri
keindahan kampung kecil yang tak terlupakan ini dalam tulisan tersendiri.
Untuk menuju lokasi-lokasi tersebut, maka sepanjang
perjalanan kita akan disuguhi panorama ciptaan Illahi yang cantik dan indah
tiada terperi. Sebagian jalanan terletak di tepian pantai dimana semua pantai
di sepanjang pulau merupakan pantai berpasir putih bersih dan airnya sangat
jernih. Ya, karena ini adalah pulau terpencil yang penduduknya masih sedikit
sehingga nyaris tak ada polusi yang ditimbulkannya. Dan yang paling penting,
untuk menikmati itu semua tak perlu membayar tiket masuk. Semuanya gratis
sepuasnya..!
Ketika jalanan berada di tengah-tengah perkampungan maupun
hamparan lahan pertanian, pemandangannyapun tak kalah menyenangkan. Deretan
pohon lontar saat musim kemarau akan terlihat sangat eksotis karena warna hijau
daunnya akan terlihat kontras dengan tanah dan rerumputan kering di sekitarnya
yang berwarna coklat. Saat melewati sungai yang mengering dan hanya menyisakan
sedikit oase pun terlihat cantik sekaligus dramatis.
Saat melewati kawasan peternakan, maka akan terlihat
kambing, sapi dan kuda yang bergerombol meruput di padang nan luas. Pohon-pohon
jati yang meranggas tampak laksana membawa kita berada di suasana musim gugur.
Kali ya, karena aku juga belum pernah merasakannya. Hehehe.. Saking panas dan keringnya musim kemarau,
bahkan aku lihat hutan jati yang sampai terbakar bagian bawahnya.
Ada satu cerita yang sepertinya tak akan pernah terlupa dalam
ingatan. Saat berhenti di Pantai Baru, aku sangat terpesona dengan keindahan
yang ada di situ. Pantainya sangat sepi dengan pemandangan yang sangat menawan
hati sehingga aku benar-benar terlihat norak saat itu karena tak pernah kulihat
pemandangan sespektakuler ini sebelumnya. Tentu saja tak kulewatkan untuk
jeprat-jempret ambil gambar kesana-kemari untuk mendapatkan sudut-sudut
terbaik. Nah, di pinggir pantai terdapat pohon asam yang besar dan berbuah
lebat sehingga aku tertarik untuk berfoto juga di sini. Ku panjat sedikit ke
atas untuk mengambil pose terbaik. Selesai berfoto, saat mau turun tiba-tiba..
gubraak..! Aku jatuh terduduk dengan pergelangan kaki kiri menekuk sempurna.
Dan sakitnya, woooow, super sekaliiii.. Aku harus menerima kenyataan bahwa
kakiku terkilir dan harus dipapah saat berjalan. Inilah akibat nya, norak
membawa sengsara. Hehehe..
Ah, Pulau Rote. Kemanapun mata memandang, yang terlihat adalah
keindahan, kesejukan, kesegaran dan
ketenangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar