Pemusik memainkan biola dan okulele |
Setelah melakukan kunjungan di Kampung Ali, perjalanan selanjutnya yang
menjadi tujuan kami adalah Kampung Tesi, yang masih terletak di desa yang sama,
yaitu Desa Mauleum, Kec. Amanuban Timur, Kab. TTS. Di tempat ini Dompet Dhuafa
juga membangun sebuah musholla yang diberi nama Al Muttaqin yang akan kami
liput aktivitasnya.
Setelah berkendara sekitar 30 menit, tibalah kami di desa kecil ini. Begitu
turun dari mobil, kami langsung disambut oleh warga yang telah berkumpul dengan
berpakaian adat. Saya dengar beberapa orang memanggil-manggil nama saya. Ya,
ini adalah kunjungan kedua saya sehingga tak heran sebagian dari mereka masih
mengenali saya. Alhamdulillah.
Kejutan yang saya terima tidak berhenti sampai disitu saja. Warga menyambut
kami dengan Upacara Netun yang sangat meriah. Saat akan memasuki halaman
musholla, kami diminta untuk berdiam dulu di depan warga untuk diberikan
pengalungan syal kain tenun khas Timor sebagai tanda persaudaraan.
Kemudian beberapa pemain musik mulai memainkan biola dan okulele sederhana
yang mereka buat sendiri dari kayu dan para penyanyi mendendangkan lagu daerah
yang sangat rancak diiringi dengan tepuk tangan yang mengikuti irama lagu.
Sekitar sepuluh penari yang terdiri dari para gadis kecil dengan pakaian adat
dan jilbab yang rapi menutup tubuhnya juga tak ketinggalan membentuk dua
barisan dan ikut mulai menggerakkan tangan dan kakinya dengan gemulai. Setapak
demi setapak kami berjalan mendekati musholla seiring para penari yang berjalan
mundur memandu kami. Acara berikutnya adalah penyambutan oleh tetua kampung,
sama seperti upacara Netun yang dilakukan di Kampung Ali seperti yang saya
tulis sebelumnya di Bagian 1.
Setelah penyambutan selesai, kami dihidangkan berbagai macam makanan kecil
dan dilanjutkan dengan makan besar berupa jagung bose, yaitu jagung yang
direbus dan dicampur dengan kacang hijau dan dilengkapi dengan lauk berupa ayam
serta sayuran. Yang istimewa, kali ini ada nasi yang tersaji tidak seperti saat
pertama kali saya datang yang bertepatan dengan bencana kekeringan dan gagal
panen hingga ada beberapa warga yang meninggal karenanya. Waktu itu hidangan
yang ada hanya berupa singkong, pepaya muda dan pisang yang semuanya direbus dan
lauknya berupa sambal tomat saja.
Alhamdulillah saat ini rumah bulat mereka telah penuh terisi jagung hasil
panen saat musim hujan lalu, hingga mereka bisa tersenyum tak khawatir
menghadapi hari-hari ke depan. Semoga Allah akan selalu melimpahkan keberkahan
dan rejeki yang halal bagi para muslim di pedalaman NTT ini. Aamiin.
Para gadis menari mengikuti irama musik |
Pengalungan kain tenun |
Menyirih pinang |
Memasak untuk makan bersama |
Jagung bose dan pelengkapnya |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar