Laskar Beranda adalah sebutan bagi mereka para pendamping maupun guru
model Dompet Dhuafa yang ditempatkan di daerah yang berbatasan langsung dengan negara tetangga. Program yang diusung bernama “Sekolah Beranda
Indonesia” berupa pemberian pelatihan
guru dan asistensi agar para guru dalam pengajarannya menjadi lebih aktif,
inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan.
Dijalankan sejak bulan Juli 2010 yang lalu oleh Dompet Dhuafa melalui salah satu Jejaringnya yaitu Lembaga Pendidikan Insani (LPI), saat ini telah ada 6 (enam) lokasi program yang tersebar dibeberapa wilayah yaitu : Talaud, Maluku, Merauke, Rote Ndao, Bengkayang dan Natuna. Selama 1 (satu) tahun pendamping dan guru model masing-masing tinggal dan berbaur dengan lingkungan sekolah dan masyarakat sekitar.
Pada tanggal 29 September 2011, saya berkesempatan mengunjungi program ini
di salah satu pulau terluar Indonesia bagian utara yaitu Natuna. Sebuah Kabupaten dengan ibukota bernama Ranai,
dimana wilayahnya terdiri dari beberapa pulau dan merupakan bagian dari Propinsi Kepulauan Riau
(Kepri).
Terletak di Timur Laut Pulau Batam, pulau ini berbatasan langsung dengan Vietnam dan Malaysia. Karena kondisi geografisnya yang dikelilingi oleh laut dalam, maka letak Natuna menjadi terpencil dimana untuk menjangkaunya diperlukan waktu sekitar 18 jam dari ibu kota propinsi Tanjung Pinang dengan mempergunakan kapal laut. Sedangkan jika menggunakan pesawat dapat ditempuh selama 1 jam 30 menit dari Batam.
Terletak di Timur Laut Pulau Batam, pulau ini berbatasan langsung dengan Vietnam dan Malaysia. Karena kondisi geografisnya yang dikelilingi oleh laut dalam, maka letak Natuna menjadi terpencil dimana untuk menjangkaunya diperlukan waktu sekitar 18 jam dari ibu kota propinsi Tanjung Pinang dengan mempergunakan kapal laut. Sedangkan jika menggunakan pesawat dapat ditempuh selama 1 jam 30 menit dari Batam.
Namun dibalik keterpencilannya, Natuna mempunyai kekayaan alam yang luar
biasa. Mempunyai cadangan minyak bumi dan gas yang terbesar di Asia Tenggara bahkan mungkin dunia,
kekayaan laut berupa ikan yang banyak
serta hasil pekebunan yang melimpah berupa karet, cengkeh dan kelapa,
menjadikan tingkat pendapatan penduduknya bisa dibilang cukup sejahtera. Tak
heran banyak ditemukan rumah-rumah besar yang terletak di dipinggi jalan.
Meskipun demikian, fasilitas yang ada tidak sebanding dengan kekayaan
alam yang dimilikinya. Layanan kesehatan dan pendidikan belumlah tersedia
secara memadai, serta tidak ada sarana transportasi umum yang bisa diandalkan
sehingga kendaraan pribadi merupakan kebutuhan penting yang tidak bisa
dihindarkan.
Di pulau yang hampir 99% wilayahnya merupakan laut dan hanya 1% nya saja
yang berupa daratan ini, “Sekolah Beranda Indonesia” memilih SDN 004 Ceruk, Desa Ceruk, Kec. Bunguran Timur
Laut, Kab. Natuna yang telah berdiri sejak tahun 1978 sebagai partnernya. Sebanyak 12 orang guru mendapatkan pelatihan-pelatihan
oleh trainer berkaliber nasional dan disertai dengan pendampingan atas
implementasi materi di lapangan. Khusus untuk program pelatihan, tidak terbatas
diberikan pada sekolah yang didampingi, tetapi juga melibatkan 3 (tiga) sekolah
lainnya yang berada di Kec. Bunguran Timur Laut, Kab. Natuna.
Hasil dari pendampingan dan penempatan guru model, saat ini para guru lebih menikmati dalam mengajar siswanya,
hukuman fisik secara berangsur mulai menghilang dan para siswa juga lebih
bersemangat dalam belajar karena mereka merasa pola pengajarannya menjadi lebih
menyenangkan. Aktivitas parenting juga mulai terbentuk dimana orang tua siswa
melakukan pertemuan setiap 3 (tiga) bulan sekali. “Dulu untuk melakukan
komunikasi dengan orang tua sangat sulit, karena belum ada kesadaran dari para
orang tua yang memang tingkat pendidikannya rata-rata cum lulusan SD agar mau
terlibat dalam pendidikan anak. Semua diserahkan pada guru” kata Mohd Syam,
Kepala Sekolah SDN 004 Ceruk.
Hasil yang
terlihat nyata dan membanggakan adalah diterbitkannya buku “Di Tepi Batas Ku
Bangun Negeriku” yang merupakan kumpulan tulisan Pendamping, Trainer dan para
guru yang menerima manfaat kehadiran program Sekolah Beranda. Para guru yang
sebelumnya tidak pernah menulis, akhirnya dengan arahan pendamping akhirnya
termotivasi untuk bisa menghasilkan sebuah karya yang sebelumnya tidak pernah
mereka bayangkan sebelumnya. “Kami para guru didorong terus agar dapat menulis
walaupun kami tidak bisa menggunakan komputer. Jadi kami tuangkan dalam tulisan
tangan, kemudian bu Hani (pendamping sebelumnya) yang akan mengetik ulang” kata
Syam lagi.
Buku bersampul biru ini menjadi saksi atas apa yang telah para Laskar Beranda lakukan bagi negerinya dan juga bukti bahwa para guru di daerah marginalpun juga dapat berprestasi seperti di daerah lainnya.
Sebagai sekolah dan menerima manfaat pendampingan sekolah, Syam
mengucapkan banyak terima kasih atas program yang dijalankan di tempatnya.
Walaupun sekarang “Sekolah Beranda” sudah berakhir, Dompet Dhuafa melanjutkan lagi program baru lagi berupa penempatan guru
model yang bertugas mengajar bidang studi Bahasa Inggris. “Alhamdulillah,
sekarang mata pelajaran Bahasa Inggris menjadi lebih tertangani, karena
sebelumnya pengajaran ditangani oleh guru kelas masing-masing yang penguasaan
bahasanya belum tentu baik. Yang tadinya hanya diajarkan untuk kelas 3 sampai
kelas 6, sekarang dari kelas 1 sudah mulai dikenalkan pelajaran ini.” tambah
Syam.
Guru Bahasa Inggris sangat jarang ditemukan di Natuna. “Pernah ada di
satu sekolah, guru bahasa Inggrisnya adalah seorang dokter, karena tidak ada
guru yang mempunyai kemampuan dalam bidang studi itu.” Jelas Kepala Sekolah
yang telah mengajar sejak tahun 1986 ini.
Oleh karena itu kehadiran guru model lulusan Sekolah Guru Ekselensia Indonesia (SGEI) LPI Dompet Dhuafa yang bernama Nursyamsi ini tidak disia-siakan oleh para guru. Setiap hari Sabtu siang usai jam belajar, mereka membuat kelas Bahasa Inggris dan meminta Anci, panggilan Nursyamsi untuk mengajar. Saat malam hari gantian para siswa yang datang ke rumah untuk belajar. “Tidak hanya siswa-siswa SD nya, tetapi yang sudah SMP pun pada semangat untuk belajar disini sampai jam 8 malam. Alhamdulillah saya sangat menikmati aktivitas saya di pulau yang tadinya saya tidak tahu letaknya ada dimana” Demikian lulusan dari Universitas Negeri Makassar tahun 2010 ini menutup pembicaraan.
Oleh karena itu kehadiran guru model lulusan Sekolah Guru Ekselensia Indonesia (SGEI) LPI Dompet Dhuafa yang bernama Nursyamsi ini tidak disia-siakan oleh para guru. Setiap hari Sabtu siang usai jam belajar, mereka membuat kelas Bahasa Inggris dan meminta Anci, panggilan Nursyamsi untuk mengajar. Saat malam hari gantian para siswa yang datang ke rumah untuk belajar. “Tidak hanya siswa-siswa SD nya, tetapi yang sudah SMP pun pada semangat untuk belajar disini sampai jam 8 malam. Alhamdulillah saya sangat menikmati aktivitas saya di pulau yang tadinya saya tidak tahu letaknya ada dimana” Demikian lulusan dari Universitas Negeri Makassar tahun 2010 ini menutup pembicaraan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar