Sabtu, 23 Desember 2017

Kopi : Bukan Sekedar Minuman Biasa




Bermula karena punya pekerjaan yang mengharuskan banyak travelling ke seluruh penjuru tanah air, suka mampir ke kedai kopi saat berada di daerah, akhirnya tertarik untuk beli oleh-oleh Kopi setempat selain kaos dan makanan khas lainnya.

Tadinya ngopinya masih full gula, pelan tapi pasti mencoba mengurangi. Jika biasanya pakai 2 sendok teh (sdt) kemudian dikurangi menjadi 1 sdt, lalu 1/2 sdt dan akhirnya tanpa gula sama sekali.

Ih memangnya enak kopi tanpa gula? Memangnya tidak pahit? Justru setelah ngopi dengan cara ini, saya jadinya bisa membedakan rasa dan aroma kopi dari tempat yang berbeda. Kopi Wamena ada aroma Jeruknya, Kopi Amungme beraroma Coklat, Kopi Gayo aromanya kuat, agak pahit tapi ada rasa gurihnya dan minggu lalu baru dapat Kopi Kahayya Bulukumba yang begitu diminum berasa ada rempahnya.

Meskipun cara menyeduh Kopi itu beraneka rupa, tapi saya tetap setia dengan Kopi tubruk. Agar didapatkan cita rasa yang prima, saya biasa beli kopi dalam bentuk biji yang baru akan digiling pada saat akan diminum dan buat stock seminggu. Takaran favorit adalah 2 sdt Kopi untuk secangkir dan diseduh dengan air dengan sekitar 90°C. Oiya tingkat kehalusan giling juga berpengaruh terhadap rasa. Makin halus maka akan makin pahit.

Peminum Kopi hitam tanpa gula identik dengan pengopi kelas berat? Ah tidak juga. Buktinya saya cuma minum kopi sehari sekali di pagi hari. Di sore atau malam hari sama sekali tak berani karena mata ini bakalan mecicil semalaman. Dan ngopi dengan cara ini akan membuat kita tetap sehat karena tak terkontaminasi gula, perasa buatan maupun bahan pengawet pengawet.

Jadi sudahkah anda ngopi hari ini?

Minggu, 26 November 2017

Falsafah Kopi

Kemarin pagi saat belanja di pasar ditelpon adikku diminta pulang kampung karena ibu akan menjalani operasi tumor. Setelah browsing Alhamdulillah dapat tiket pesawat jam 21.30 wib yang berangkat dari Halim (lebih dekat rumah) dengan harga miring, cukup ditebus 300 ribuan saja. Jadi siangnya masih sempat masak buat keluarga untuk stock 3 hari ke depan.

Karena waktunya mepet, oleh2 beli Lapis Talas Bogor online. Tak perlu keluar uang karena bisa ditebus dengan tap cash. Menjelang berangkat lalu lintas sebagian besar jalurnya merah pertanda macet. No problem, akhirnya ke bandara diantar suami naik motor.

Malamnya ternyata jadual pesawat tidak on time karena justru take off sebelum jadualnya. Harusnya terbang jam 21.30, ternyata jam 21.15 sudah berangkat. Sampai Jogja juga lancar, cuaca cerah sehingga jadual landing jam 22.40 maju jadi jam 22.15 wib. Jadi bapak yang menjemputku tak perlu menunggu.

Pagi ini hari Minggu, 26 November 2017 ku antar ibu ke RS dan saat pemeriksaan Lab dan Radiologi bisa dibilang tak perlu mengantri. Begitu juga saat masuk ruang rawat inap, semuanya dimudahkan.

Dan siang ini saat kelaparan tinggal nunul2 order via gofood. Eh dapat voucher 5 buah. Jadilah order pempek buat pengganjal perut. Habis makan eh ngantuk. Seperti biasa apalagi obatnya kalau bukan kopi? Order lagi via gofood.

Hidup itu memang ibarat ngopi, akan terasa pahit kalau tak bisa menikmati. Dan di sinilah aku sekarang, memandang hujan sambil menyeruput secangkir kopi Arabica Temanggung Lanang.

Selasa, 27 Juni 2017

Kali Biru Jogja

Kali Biru yang kali ini ku datangi sungguh berbeda. Empat tahun yll tempat ini masih sepi dan belum banyak fasilitas yang tersedia selain home stay, cottage dan aula. 

Saat ini kawasan wisata yang dikelola oleh masyarakat ini telah banyak berbenah. Meskipun ramai tapi tetap bersih dan asri. Tempat sampah tersedia di berbagai sudut. Begitu juga toiletnyapun bersih. 

Spot foto kekinian dengan latar belakang Waduk Sermo itu ada sembilan lokasi dengan tarif per orang antara Rp 10.000 hingga Rp 35.000 per orang. Kalau mau pakai jasa foto, sekali jepretan tarifnya Rp 5.000 minimal 16 foto. 

Karena datang di hari Lebaran, antrian di tiap spot foto mengular hingga 2 jam. Tapi tak perlu khawatir, kita bisa menunggu dengan berkeliling menikmati panorama pegunungan yang hijau dan segar atau menunggu sambil makan di warung makan yang bersih dan murah yang banyak berderet dengan menu variatif. Sepiring kupat tahu hanya dibandrol seharga Rp 5.000. Kami makan berempat kupat tahu plus minuman cuma kena Rp 29.000. Jogja banget kan?
 
Untuk menuju ke sini kalau dari Jogja tinggal ambil arah ke kota Wates. Sebelum masuk dalam kota ikuti saja petunjuk jalan ke kanan menuju Waduk Sermo. Nah dari Sermo nanti masih harus naik sekitar 2 km lagi. Mengingat jalanannya cukup terjal, pastikan mobil dalam kondisi prima. Meskipun jalanan hanya dapat dilalui oleh satu mobil kita tak perlu was-was karena di hampir tiap tikungan ada yang memandu dan memastikan jalanan aman. Tapi bagi rombongan yang naik bis kendaraan hanya bisa parkir di Waduk Sermo. Jika tetap ingin naik ke atas tersedia Jeep dengan tarif Rp 350.000 per mobil PP.

Jadi kapan mau ke Kali Biru?

Safety first, ga pakai pengaman ga boleh naik

Warung makan tersedia di setiap sudut

Daftar tarif sewa spot foto

Jalanan nan terjal dengan pemandu

Foto sambil lompat. Keren kan?




Minggu, 02 April 2017

Tips Hunting Tiket Promo


Ingin jalan-jalan ke luar pulau bahkan ke luar negeri tapi anggaran pas-pasan? Tak perlu khawatir karena dimana ada kemauan maka di situ ada jalan. Komponen utama jalan-jalan adalah tiket pesawat. Baru kemudian penginapan, transportasi lokal dan makan.

Bagaimana caranya mendapatkan tiket murah? Ini dia beberapa tips yang perlu diketahui berdasarkan pengalamanku selama ini.
 1. Daftar sebagai member atau fan page suatu maskapai penerbangan. Jika sudah terdaftar maka saat ada promo nanti kita ada diinformasikan via email.
2. Jangan cari keberangkatan saat week end. Tiket promo biasanya hanya tersedia di week day. Tapi kalau pas beruntung kita bisa berangkat di hari Kamis dan pulang di hari Minggu.
3. Karena rebutan dan dulu-duluan, pastikan hunting tiketnya di pagi buta. Misalnya setelah sholat tahajjud. Hehe.. Tapi bener lho karena biasanya di jam-jam ini orang pada males bangun.
4. Pastikan paket internet anda lancar. Ya karena belum tentu hari yang kita inginkan pasti dapat dengan harga paling murah. Jadi harus sabar mencari dan menjelajah karena bisa jadi hari berangkatnya dapat promo tapi pas pulangnya tetap harga normal.

Dengan cara begini saya pernah dapat tiket PP ke Singapore Rp 220rb, ke KL 350rb, ke Jogja 50rb, ke Makassar 70rb. Tapi itu dulu sebelum pemerintah menentukan batas bawah harga tiket pesawat. Tapi sekarangpun masih bisa hanya saja harganya lebih tinggi. Misalnya belum lama ini saya ke Bali PP harga tiketnya 600rb dan ke Bangkok 1,4jt. Tetap murah kan?

Jumat, 10 Maret 2017

Jalan-Jalan Hemat ke Bangkok (Day 3 : MBK Center)

Outlet makanan halal di lantai 5 MBK Center 

Setelah puas keliling Masjid Jawa tujuan selanjutnya adalah MBK Center, sebuah pusat perbelanjaan yang juga merupakan pusat souvenir khas Thailand. Sebenarnya letaknya dekat dengan BTS National Stadium. Tapi kami memilih naik Grab Car lagi karena selain lebih cepat jatuhnya juga jadi lebih murah, soalnya kan rombongan. Sedikit tips, kalau mau naik taksi online lebih baik pilih Grab saja karena tarifnya flat dan lebih murah dibandingkan lainnya. Dan mobilnya di sini bagus-bagus, sebagian besar berupa sedan bukan minibus.

Sampai di MBK kami langsung menuju ke lantai 5 untuk makan di the Fifth Avenue. Buat yang muslim tak perlu khawatir karena banyak outlet makanan halal di sini. Ada Ali's Arabic, Indian Food, bahkan menu Indonesia juga ada namanya Jimbaran Resto. Tapi ngapain juga ya sudah jauh-jauh ke bangkok kok makannya gado-gado? Oiya buat turis kita akan dapat welcome drink berupa segelas Thai tea dingin cukup dengan menunjukkan paspor kita. Harga makanannya berkisar antara B100-400 tinggal pilih saja sesuai selera dan kondisi kantong.

Di mall ini juga ada Mushollanya, tapi tempatnya terpisah sesuai jenis kelamin. Musholla laki-laki ada di lantai 6, yang untuk wanita adanya di lantai 5. Kalau mau bertanya key wordnya adalah "moslem". Bagi yang bawaannya banyak, biar tidak capek menggembol tas dan koper kesana-sini, ada tempat penitipan barang gratis di lantai 6 pas di dekat lift. Jadi jangan sungkan-sungkan untuk memanfaatkan fasilitas ini. Kebetulan pusat souvenir adanya juga di lantai 6 ini.

Harga souvenir bervariasi. Untuk gantungan kunci isi 6 harganya sekitar B75-100, tempelan kulkas B40-50 per buah dan kaos B100. Kebetulan di toko yang aku datangi penjaganya bisa berbahasa Inggris dan orangnya lucu. Jadi tawar menawarnya berlangsung lancar dan akhirnya dikasih harga murah.

Setelah puas muter-muter ternyata perut jadi lapar lagi. Jadilah mampir ke food court di lantai 6 untuk membeli kebab. Kalau di lantai 6 kita dikasih kartu untuk ditab di tiap konter, maka di lantai 6 ini kita harus beli kupon makanan lebih dulu yang nantinya akan jadi alat pembayaran. Kalau ternyata kuponnya sisa maka dapat ditukarkan kembali sisanya dengan uang. Harga makannya sedikit lebih murah dibandingkan di lantai 5 karena tempatnya memang tidak seeksklusif seperti di The Fifth Avenue.

Pas turun di lift kami bertemu dengan keluarga muda berwajah Timur Tengah. Si suami yang tentunya ganteng, Halah.. menyapa kami dengan ramah. "Assalamualaikum..." Where are you from? Ku jawab dari Indonesia. Dia langsung bilang gini : "Apa kabar? Coba tebak saya dari mana." Karena kulihat istrinya tidak berhijab aku jawab : "Libanon ya?" Eh ternyata salah. Dia bilang dari Arab. Trus dia bilang lagi sambil berbinar-binar, "Rajaku kan lagi berkunjung di negaramu." Hmm ternyata warga Arab pun ikut heboh dengan kunjungan Raja Salman ke Indonesia.

Ok itu saja cerita perjalanan selama 3 hari di Bangkok, selanjutnya kami langsung menuju Bandara untuk kembali ke Jakarta.

Halal food tersedia di lantai 5 dan 6


Musholla tersedia di lantai 5 (wanita) & 6 (pria)

Pusat souvenir di lantai 6

Penitipan tas & koper gratis di lantai 6

Ali's Arabic di lantai 5

Tempat pembelian kupon makan lantai 6

Kebab halal di lantai 6

Suasana di Food Court lantai 6

Jalan-jalan Hemat ke Bangkok (Day 3 : Masjid Jawa)


Hari kedua agendanya hanya mengunjungi dua tempat saja karena sehari sebelumnya kaki sudah gempor ke sana sini. Berhubung ini adalah hari terakhir maka sekalian deh check out dari hotel. Sarapannya cukup makan jambu Bangkok dan pisang yang semalam dibeli di dekat Stasiun BTS Ratchathewi. Harga buah rata-rata dijual B20 per pack. Jambu biji isinya 3 gede-gede, sedangkan pisangnya sesisir isi 6 buah.

Dengan naik Grab kami langsung menuju ke Masjid Jawa yang terletak di daerah Sathorn. Kali ini kami beruntung ketemu driver yang baik hati dan lancar berbahasa Inggris. Jadi sepanjang jalan asyik ngobrol deh. Karena jalanan macet dia menyarankan lewat tol saja. Pas aku mau mengeluarkan uang dari dompet dia bilang begini : "Khusus buat anda biaya tolnya biar saya saja yang bayar. Biasanya penumpang yang saya minta untuk bayar." Alhamdulillah...

Dari hasil ngobrol kuketahui ternyata dia keturunan orang Filipina yang lahir di Bangkok dan kemudian sekolah di Amerika. Oh, pantes saja bahasa Inggrisnya ok, tidak seperti driver lain yang kebanyakan hanya bisa berbahasa Thai.

Setelah melalui sekitar 30 menit perjalanan, sampailah kami di Masjid Jawa yang letaknya agak masuk di jalanan sempit searah yang hanya cukup untuk satu mobil saja. Masjid ini dikelilingi oleh gedung bertingkat dengan arsitektur layaknya masjid yang ada di Jawa. Ya karena di daerah ini adalah pemukiman orang Jawa yang dahulu dipekerjakan oleh Raja Thailand untuk membangun Lumpini Park. Saat kunjungan ke Indonesia sang Raja sangat terkesan dengan Kebun Raya Bogor sehingga beliau ingin membangun taman serupa di negaranya. Keturunan KH. Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah juga ada yang tinggal di sini dan salah satunya menjadi tokoh yang disegani karena berhasil menemukan barcode label halal sehingga memudahkan pemerintah Thailand untuk melakukan eksport produknya ke negara-negara muslim.

Kebetulan kami datang pas hari Jumat. Di masjid akan ada acara makan bersama setelah Jumatan dengan konsep makan ramai-ramai di satu nampan. Sayangnya jamaah dan pengurus masjid yang kami temui walaupun keturunan Jawa tapi tidak ada yang bisa berbahasa Jawa maupun Inggris. Jadi akhirnya ya celingak celinguk aja di situ. Hehehe..

Arsitektur masjid ini seperti layaknya masjid yang ada di Jawa yaitu atapnya berundak. Bagian dalamnya tampak sederhana dilengkapi dengan jam bandul. Di bagian belakang masjid terdapat madrasah tempat anak-anak belajar agama termasuk baca tulis Al Quran layaknya TPA.

Karena waktu sholat Jumat masih lama maka kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan lagi ke MBK center untuk mencari souvenir dan wisata kuliner halal di sini. Yuuuk...





Sabtu, 04 Maret 2017

Jalan-Jalan Hemat ke Bangkok (Day 2 : Asiatique)




Asiatique adalah semacam pasar malam tempat orang-orang nongkrong kekinian sambil makan malam, ngopi atau sekedar duduk-duduk menikmati suasana di tepian Sungai Chao Phraya di malam hari. Untuk menuju ke sana dari Dermaga Wat Arun naik saja boat reguler berbendera biru seharga B15 (6rb) ke Central Pier trus lanjut pindah naik boat gratis tujuan Asiatique. Disarankan berangkat jam 5an karena semakin malam antriannya akan semakin panjang.

Dan inilah yang paling aku suka karena sepanjang perjalanan bisa menikmati momen saat sang mentari perlahan menuju tempat peraduannya di sela-sela gedung bertingkat berlatar depan kilauan air sungai. Sangat eksotis.



Pulang kembali ke penginapan naik boat gratis yang sama menuju Central Pier. Mumpung di sampingnya ada stasiun BTS Saphan Taksin dan untuk memenuhi keinginan anak-anak naik kereta di Bangkok, akhirnya perjalanan dilanjutkan dengan naik Sky Train dengan tujuan BTS Ratchathewi. Ini semacam Commuter Line di Jakarta tapi jalurnya semua ada di atas. Keretanya bersih, terawat dan ACnya adem. Bagi kami kalau pergi ke suatu negara maka salah satu agendanya adalah menikmati semua jenis alat transportasinya. Dan itu tidak bisa dilakukan kalau kita ikut paket tour.

Naik Sky Train
Dari Ratchathewi ke hotel lanjut naik Tuktuk B40 karena jaraknya juga tak terlalu jauh. Ok lengkap sudah perjalanan hari ini. Total ada lima tempat wisata yang kami kunjungi yaitu : Grand Palace, Wat Pho, Wat Arun, Tonson Mosque dan Asiatique.



Jalan-Jalan Hemat ke Bangkok (Day 2 : Wat Pho, Wat Arun & Tonson Mosque)


Tujuan selanjutnya setelah Grand Palace adalah Wat Pho yang terkenal dengan Reclining Buddha atau patung raksasa berlapis emas yang sedang berbaring. Menjelang pintu masuk ketemu sopir Tuktuk yang bilang kalau Wat Pho belum buka sehingga dia menawarkan mengantar ke Pasar Apung. Jangan percaya karena ini hanya akal-akalan dia saja karena bisa jadi karena dia sudah bekerja sama dengan pedagangnya sehingga kalau dia bisa membawa turis ke sana maka akan mendapatkan fee. Dan ternyata dugaanku benar karena ternyata Wat Pho buka dari jam 8 pagi sd jam 18.30. Harga tiket masuk B100 (40rb) termasuk satu botol minuman air mineral dingin yang bisa diambil di depan pintu masuk Reclining Buddha.

Patung Buddha ini adanya di area paling belakang. Kalau mau masuk kita harus lepas alas kaki. Tapi tak usah khawatir karena di depan pintu masuk telah disediakan tas untuk menyimpan sepatu kita. Selain itu pakaian yang dikenakan harus tertutup dan sopan ya.

Patung Buddha ini dibuat berlapis emas dengan panjang sekitar 60 meter. Meskipun adanya di dalam ruangan tertutup tapi juga diberi pagar keliling. Kali biar emasnya tidak dicuil sama pengunjung ya.. Hehehe. Kalau mau ambil gambar si patung secara utuh bisa dilakukan dari belakang dan diberikan tempat khusus yang agak menjorok. Tentu saja harus antri.

Dari Wat Pho tujuan selanjutnya paling mudah adalah Wat Arun. Dari pintu keluar langsung saja belok kiri menuju Dermaga Tha Tien. Di sini banyak pedagang yang menjual buah-buahan, jus dan makanan lainnya. Jangan lupa beli ketan mangga yang ternyata rasanya enak lho. Seporsi harganya B50 (20rb). Untuk menuju Wat Arun kita harus menyeberang naik ferry dengan tiket seharga B4 (rp 1.600). Murah karena memang kuilnya sangat dekat sudah terlihat di seberang sana.

Sayangnya saat ini Wat Arun sedang direnovasi sehingga stupanya tertutup oleh scaffolding. Sayang sekali ya.. Berhubung cuaca sangat terik kami akhirnya beristirahat dulu di pinggiran sungai sambil makan cemilan. Itulah enaknya ngebolang karena bisa beristirahat kapan saja tanpa harus diuber-uber waktu sama tour leader.

Selesai leyeh-leyeh lanjut jalan kaki ke Masjid Tonson yang terletak 1 km di belakang Wat Arun. Eh di tengah perjalanan nemu restoran halal yang yang menjual makanan lokal namanya Hava Resto. Kebetulan banget karena kami memang belum makan siang. Semangkok Tom Yum Kung dan Green Curry menjadi pilihan kami. Enak banget tapi green curry nya terlalu pedas sehingga kuahnya tidak dimakan. Harga makanan antara B80-100, minuman jumbo coklat, green tea dll cukup ditebus seharga B25 per gelas.

Setelah kenyang perjalanan lanjut ke Masjid Tonson untuk sholat jamak dhuhur dan ashar. Konon kabarnya ini adalah masjid tertua di Bangkok. Letaknya ada di samping flyover dan di dalam komplek masjid ini juga terdapat pemakaman muslim.

Selesai sholat karena capek kami naik Tuktuk dengan tarif hasil tawar menawar sebesar B60 (mintanya sih B100) sekalian mencoba alat transportasi khas Thailand ini menuju Dermaga Wat Arun untuk melanjutkan perjalanan ke Asiatique.

Ketan mangga yang yummy

Wat Arun dari seberang (Dermaga Tha Tien)

Klekaran sejenak menghilangkan penat

Ke Bangkok tak lengkap kalau tak makan Tom Yum Kung dan Kari

Tonson Mosque, masjid tertua di Bangkok

Wat Arun sedang direnovasi

Sisi lain Wat Arun

Jalan-Jalan Hemat ke Bangkok (Day 2 : Grand Palace)

Sesuai rencana awal, hari kedua kami jalan-jalan ke tempat wisata  yang ada di sepanjang Sungai Chao Phraya. Dari penginapan jam 8 pagi kami naik Grab Car B115 menuju Central (Sathorn) Pier. Ini adalah dermaga yang juga terhubung dengan  BTS Sky Train. Di sini kita bisa pilih mau naik boat wisata seharga B100 per orang atau yang reguler. Karena ingin berbaur dengan warga setempat dan ngirit, tentu saja kami naik boat reguler berbendera oranye. Harga tiketnya menuju Dermaga Tha Chang yang dekat Grand Palace @B15 (6rb) saja. Selisihnya lumayan kan?

Sathorn Pier
Pagi itu boat penuh sesak karena bertepatan dengan jam masuk kantor. Sepanjang perjalanan kita bisa menikmati pemandangan berupa gedung-gedung bertingkat, kuil maupun perkantoran. Sungai Chao Phraya masih menjadi andalan warga Bangkok karena lalu lintas jalan rayanya tak jauh beda dengan Jakarta yang sering macet parah. Meskipun air sungainya berwarna coklat tapi bersih dari sampah dan kotoran. Aku jadi teringat beberapa tahun yll saat naik perahu menyusuri Sungai Musi. Kalau saja itu dikelola dengan profesional pasti tak kalah dengan Bangkok.

Pagi yang sibuk, boat penuh sesak
Gedung Perkantoran sepanjang sungai

Keluar dari Dermaga Tha Chang, Grand Palace sudah ada di depan mata. Ini adalah bekas istana Raja yang menjadi salah satu icon Thailand. Katanya kalau belum mampir ke sini berarti belum ke Bangkok. Karena cuacanya panas, jangan lupa bawa topi/payung, kacamata dan pakai sunblock. Harga tiket masuknya lumayan mahal, B500 (200rb). Karena saat itu suasananya sangat ramai dan panas serta awang-awangan melihat luasnya istana ini, diputuskan tidak masuk ke dalamnya. Jadi kami nikmati saja suasana istana dari luar saja. Yang penting kan ada foto-fotonya. Dan inilah hasil foto-foto di luar Istana. Hehehe..




Deretan pertokoan di seberang Istana
Keluar dari Grand Palace rencananya mau ke Sanam Luang Park, tapi ternyata lagi ditutup karena sepertinya ada acara. Ya sudah lanjut lagi jalan kaki sekitar 800 meter menuju Wat Pho. Pas di dekat kantor Kementrian Pertahanan jangan lupa foto di depan patung Gajah Putih.

Cerita Wat Pho nanti lanjut lagi..

Jalan-jalan Murah ke Bangkok (Day 1 : Keberangkatan)

Mendaratnya di Don Mueang tapi gambar di dalamnya Suvarnabhumi. Mbuh. hehehe

Yeeey .. rencana perjalanan ke Bangkok sekeluarga selama 2 hari 3 malam (1 sd 3 Maret 2017) akhirnya kesampaian juga. Tiket promo dari Airasia yang telah dipesan dari 10 bulan yll seharga @Rp 1,4 juta telah di tangan. Itu seharga tiket pesawat dari Jakarta ke Surabaya. Sudah murah bayarnya dicicil pula selama 12 bulan. hehehe..

 Cerita diawali mulai berangkat dari rumah. Berhubung pas lihat maps lalu lintas di tol cukup padat, akhirnya diputuskan ke Bandara dengan Uber dan kereta. Kebetulan si Uber lagi kasih promo diskon 10rb per perjalanan. Jadi dari rumah naik Uber ke Stasiun UI (tarif 17rb cuma bayar 7rb) dan lanjut naik kereta ke Duri, per orang 3rb doang. Dari Duri lanjut pakai Uber lagi tarifnya 75rb.

Berhubung naik Airasia, kami langsung menuju Terminal 2F dan sampai sana pas sudah boarding. Berangkat on schedule jam 16.45 dan sampai Bandara Don Mueang Bangkok jam 20.15 atau 3,5 jam perjalanan. Tips kalau mau beli makanan murah di pesawat, lebih baik pre booking sekalian pada saat beli tiketnya. Lumayan dapat diskon 25%.

Sesuai prosedur masuk di negara orang, begitu mau keluar Bandara kita harus lapor ke Imigrasi setempat. Disarankan mengisi form imigrasi di pesawat ya, jadi begitu pramugari membagikan formnya segera saja dilengkapi datanya karena isiannya lumayan banyak. Jadi nanti di bandara bisa langsung antri untuk minta stempel dan keluar. Oiya di Don Mueang ini kita disediakan antrian khusus untuk warga ASEAN.

Pergi ke luar negeri wajib hukumnya beli SIM Card lokal agar tagihan HP tidak jebol. Nah, begitu menuju pintu keluar nanti sudah banyak orang yang menawarkan SIM Card khusus untuk turis. Aku memilih beli True seharga 299 Bath (120rb) dapat paket 7 hari unlimited data kecepatan 1,5GB dan free talk 100 Bath. Lumayan murah kan? Katanya ini provider yang paling OK di Bangkok.

Berhubung kami berangkat serombongan lenong, maka taksi online jadi pilihan utama transportasi selama di Bangkok. Dari Bandara ke penginapan Eco House kena 300 Bath (120rb). Berhubung drivernya ga bisa bahasa Inggris, akhirnya komunikasinya menggunakan bahasa Tarzan. Alhamdulillah lalu lintas tidak macet sehingga 30 menit sudah sampai tujuan.

Tara..! Dan sampailah di penginapan kami Eco House yang tarifnya cuma 600Bath (240rb) per malam untuk 4 orang. Kamarnya bersih dengan 3 tempat tidur, fasilitasnya ber AC, perlengkapan mandi, air panas, hair dryer serta minuman teh plus kopi. Air putih panas dan dingin tersedia free di dispenser. Yang tidak ada hanya sarapan saja, tapi tak masalah karena sebagai backpacker yang sudah berpengalaman kami tentu sudah bawa bekal pop mie dan roti dari rumah. Hahaha.. Tempatnya di daerah Ratchathevi tak jauh dari Jim Thomson Museum. Adanya di jalan kecil tapi mudah dicari karena ada arah petunjuk yang jelas. So jangan khawatir

Ok itu saja untuk hari pertama. Nantikan lagi seri berikutnya ya..

Belajar isi form imigrasi sendiri ya..

SIM Card lokal paket 7 hari unlimited data

Penginapan murah di Eco House