Minggu, 14 Juni 2015

Serunya Melihat Panen Rumput Laut di Oenggae, Rote

Lama juga ternyata saya tidak menulis di sini, sampai-sampai lupa caranya posting. Hehehe.. Semoga ke depan rasa malas ini tidak muncul lagi dan pergi menjauh ya..


Di Pantai Oenggae, Rote

Ok, saya akan memulai cerita tentang perjalanan ke Rote lagi. Meskipun ini kunjungan yang ketiga kalinya, tapi saya selalu merasa excited untuk mendatanginya. Ya, karena hanya di sinilah saya bias merasakan wisata di setiap sudut lokasinya. Mulai dari pantai yang mengitari pulau dengan pasir putih dan airnya yang jernih biru kehijauan, langitnya yang biru terang dihiasi awan putih sebersih kapas, pohon lontar yang berderet eksotis sepanjang jalan hingga tanah coklat akibat kekeringanpun tetap cantik dipandang mata.


Tujuan saya  ke Rote adalah dalam rangka mengunjungi program-program yang dijalankan oleh lembaga tempat saya bekerja (Dompet Dhuafa) di Rote Timur terutama di Papela. Dari Pelabuhan Ba’a ibukota Rote Ndao yang menjadi tempat bersandarnya kapal cepat, ditempuh selama 2 jam dengan naik motor. Meskipun begitu perjalanan sama sekali tidak melelahkan karena sepanjang perjalanan pemandangannya sangat memanjakan mata. Mbak Achi yang selalu menjemput saya sepertinya sengaja mengendarai motornya pelan-pelan seakan sudah tahu kebiasaan saya yang suka mengambil gambar sepanjang perjalanan.

View di perjalanan
Satu jam menjelang Papela kami mampir ke Kampung Oenggae yang ternyata menjadi salah satu lokasi program Dompet Dhuafa untuk para nelayan yang membiakkan rumput laut. Dan kebetulan pas saat panen sehingga kami bisa melihat mereka mengambil rumput laut itu secara langsung. 

Setibanya di rumah seorang warga yang menjadi anggota kelompok nelayan, saya melihat tumpukan rumput laut berwarna hijau segar yang baru saja dipanen dari laut. Sementara di sampingnya terdapat rumput laut yang tengah dijemur dan sudah setengah kering sehingga warnanya sudah menjadi coklat muda. Tak lama pemilik rumah keluar dan langsung mengajak kami menuju pantai tempat pembiakan rumput laut.
Tumpukan rumput laut hasil panenan

Kebetulan laut tengah surut sehingga kami bisa berjalan agak ke tengah. Pantainya sangat eksotik dihiasi oleh deretan pohon lontar yang daunnya melambai-lambai ditiup angin. Indah sekali. Di dalam air ternyata sudah banyak orang yang memanen rumput laut dengan menggunakan sampan sebagai tempat menampung hasil panenan. Tak hanya orang tua, anak-anakpun ada juga yang ikut serta. 
Deretan pohon lontar menyambut di tepi pantai

Rumput laut ini dipanen setelah berumur tiga bulan. Pembiakan dilakukan dengan membentangkan tali dan kemudian diberi rumbai-rumbai untuk menanam rumputnya. Salah satu nelayan yang saya tanya mengatakan bahwa dari sepuluh tali dia bisa panen hingga dua kwintal rumput laut kering. Jika sekilo dihargai Rp 8.500, maka uang yang diterima adalah sebesar Rp 1,7jt. Lumayan buat menambah penghasilan di sela-sela mencari ikan yang menjadi mata pencaharian utama. 
Menuju pantai untuk panen rumput laut

 Senangnya melihat wajah-wajah cerah mereka terhias dengan senyuman. Kali ini panennya berhasil setelah sebelumnya gagal karena terserang penyakit sehingga hasil panennya tidak memuaskan.

Hasil panen