Minggu, 02 Oktober 2011

Natuna, Menapaki Perjuangan Laskar Beranda (2)



Laskar Beranda adalah sebutan bagi mereka para pendamping maupun guru model Dompet Dhuafa yang ditempatkan di daerah yang berbatasan langsung dengan  negara tetangga.  Program yang diusung bernama “Sekolah Beranda Indonesia”  berupa pemberian pelatihan guru dan asistensi agar para guru dalam pengajarannya menjadi lebih aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan.

Dijalankan sejak bulan Juli 2010 yang lalu oleh Dompet Dhuafa melalui salah satu Jejaringnya yaitu Lembaga Pendidikan Insani (LPI), saat ini telah ada 6 (enam) lokasi program yang tersebar dibeberapa wilayah yaitu : Talaud, Maluku, Merauke, Rote Ndao, Bengkayang dan Natuna. Selama 1 (satu) tahun pendamping dan guru model masing-masing tinggal dan berbaur dengan lingkungan sekolah dan masyarakat sekitar. 

Pada tanggal 29 September 2011, saya berkesempatan mengunjungi program ini di salah satu pulau terluar Indonesia bagian utara yaitu Natuna.  Sebuah Kabupaten dengan ibukota bernama Ranai, dimana wilayahnya terdiri dari beberapa pulau dan merupakan  bagian dari Propinsi Kepulauan Riau (Kepri).

Terletak di Timur Laut Pulau Batam, pulau ini berbatasan langsung dengan Vietnam dan Malaysia. Karena kondisi geografisnya yang  dikelilingi oleh laut dalam, maka letak Natuna menjadi terpencil dimana untuk menjangkaunya diperlukan waktu sekitar 18 jam dari ibu kota propinsi Tanjung Pinang dengan mempergunakan kapal laut. Sedangkan jika menggunakan pesawat dapat ditempuh selama 1 jam 30 menit dari Batam.

Namun dibalik keterpencilannya, Natuna mempunyai kekayaan alam yang luar biasa. Mempunyai cadangan minyak bumi dan gas yang terbesar di Asia Tenggara bahkan mungkin dunia, kekayaan laut berupa ikan yang banyak  serta hasil pekebunan yang melimpah berupa karet, cengkeh dan kelapa, menjadikan tingkat pendapatan penduduknya bisa dibilang cukup sejahtera. Tak heran banyak ditemukan rumah-rumah besar yang terletak di dipinggi jalan.

Meskipun demikian, fasilitas yang ada tidak sebanding dengan kekayaan alam yang dimilikinya. Layanan kesehatan dan pendidikan belumlah tersedia secara memadai, serta tidak ada sarana transportasi umum yang bisa diandalkan sehingga kendaraan pribadi merupakan kebutuhan penting yang tidak bisa dihindarkan.

Di pulau yang hampir 99% wilayahnya merupakan laut dan hanya 1% nya saja yang berupa daratan ini, “Sekolah Beranda Indonesia” memilih  SDN 004 Ceruk, Desa Ceruk, Kec. Bunguran Timur Laut, Kab. Natuna yang telah berdiri sejak tahun 1978 sebagai partnernya.  Sebanyak 12 orang guru mendapatkan pelatihan-pelatihan oleh trainer berkaliber nasional dan disertai dengan pendampingan atas implementasi materi di lapangan. Khusus untuk program pelatihan, tidak terbatas diberikan pada sekolah yang didampingi, tetapi juga melibatkan 3 (tiga) sekolah lainnya yang berada di Kec. Bunguran Timur Laut, Kab. Natuna.

Hasil dari pendampingan dan penempatan guru model, saat ini para guru lebih menikmati dalam mengajar siswanya, hukuman fisik secara berangsur mulai menghilang dan para siswa juga lebih bersemangat dalam belajar karena mereka merasa pola pengajarannya menjadi lebih menyenangkan. Aktivitas parenting juga mulai terbentuk dimana orang tua siswa melakukan pertemuan setiap 3 (tiga) bulan sekali. “Dulu untuk melakukan komunikasi dengan orang tua sangat sulit, karena belum ada kesadaran dari para orang tua yang memang tingkat pendidikannya rata-rata cum lulusan SD agar mau terlibat dalam pendidikan anak. Semua diserahkan pada guru” kata Mohd Syam, Kepala Sekolah SDN 004 Ceruk.

Hasil yang terlihat nyata dan membanggakan adalah diterbitkannya buku “Di Tepi Batas Ku Bangun Negeriku” yang merupakan kumpulan tulisan Pendamping, Trainer dan para guru yang menerima manfaat kehadiran program Sekolah Beranda. Para guru yang sebelumnya tidak pernah menulis, akhirnya dengan arahan pendamping akhirnya termotivasi untuk bisa menghasilkan sebuah karya yang sebelumnya tidak pernah mereka bayangkan sebelumnya. “Kami para guru didorong terus agar dapat menulis walaupun kami tidak bisa menggunakan komputer. Jadi kami tuangkan dalam tulisan tangan, kemudian bu Hani (pendamping sebelumnya) yang akan mengetik ulang” kata Syam lagi.

Buku bersampul biru ini menjadi saksi atas apa yang telah para Laskar Beranda lakukan bagi negerinya dan juga bukti bahwa para guru di daerah marginalpun juga dapat berprestasi seperti di daerah lainnya.

Sebagai sekolah dan menerima manfaat pendampingan sekolah, Syam mengucapkan banyak terima kasih atas program yang dijalankan di tempatnya. Walaupun sekarang “Sekolah Beranda” sudah berakhir,  Dompet Dhuafa melanjutkan lagi  program baru lagi berupa penempatan guru model yang bertugas mengajar bidang studi Bahasa Inggris. “Alhamdulillah, sekarang mata pelajaran Bahasa Inggris menjadi lebih tertangani, karena sebelumnya pengajaran ditangani oleh guru kelas masing-masing yang penguasaan bahasanya belum tentu baik. Yang tadinya hanya diajarkan untuk kelas 3 sampai kelas 6, sekarang dari kelas 1 sudah mulai dikenalkan pelajaran ini.” tambah Syam.

Guru Bahasa Inggris sangat jarang ditemukan di Natuna. “Pernah ada di satu sekolah, guru bahasa Inggrisnya adalah seorang dokter, karena tidak ada guru yang mempunyai kemampuan dalam bidang studi itu.” Jelas Kepala Sekolah yang telah mengajar sejak tahun 1986 ini.

Oleh karena itu kehadiran guru model lulusan Sekolah Guru Ekselensia Indonesia (SGEI) LPI Dompet Dhuafa yang bernama Nursyamsi ini tidak disia-siakan oleh para guru. Setiap hari Sabtu siang usai jam belajar, mereka membuat kelas Bahasa Inggris dan meminta Anci, panggilan Nursyamsi untuk mengajar.  Saat malam hari gantian para siswa yang datang ke rumah untuk belajar. “Tidak hanya siswa-siswa SD nya, tetapi yang sudah SMP pun pada semangat untuk belajar disini sampai jam 8 malam. Alhamdulillah saya sangat menikmati aktivitas saya di pulau yang tadinya saya tidak tahu letaknya ada dimana” Demikian lulusan dari Universitas Negeri Makassar tahun 2010 ini menutup pembicaraan.


Mengajar dengan hati
  
Nursyamsi bersama siswanya